Atsal Taufiqie Nandito, santri Ponpes Salman Al-Farisi meraih gelar juara pertama musabaqah hafalan 100 hadits dengan sanad dalam Seleksi Tilawatil Qur'an (STQ) XXVI Tingkat Nasional. Bagaimana sosok Atsal, sehingga bisa meraih prestasi yang gemilang tersebut?
Nama lengkapnya Atsal Taufiqie Nandito bin Irvan Suhardianto. Ia lahir di Probolinggo 17 Juli 2000. Sejak awal menimba ilmu di Ponpes Salman Al-Farisi, Atsal mendapatkan beasiswa penuh melalui program kafalah huffazh.
Sejak awal, Atsal sangat tertarik mendalami hadits dan dikader di Ponpes Salman Al-Farisi untuk menjadi ulama hadits di masa depan. Ia pun menghafal hadits dari mulai kitab Arba’in Nawawi, ‘Umdatul Ahkam, hingga Al-Jam’u Baina Ash-Shahihain. Jika ditotal, kurang lebih 2000 hadits yang telah dihafalnya di luar kepala. Ia pun berupaya mendapatkan sanad hadits yang telah dihafalnya itu.
“Sanad yang sudah didapat itu hadits dalam kitab ‘Umdatul Ahkam, kalau Arba’in dan Shahihain belum, semoga ke depan punya kesempatan untuk mengambil sanad,” kata Atsal setelah mengikuti lomba hafalan hadits di Sofifi, Maluku Utara, Sabtu (23/10/2021).
Melihat keseriusan Atsal, Ponpes Salman Al-Farisi mengirimnya untuk mengikuti daurah hadits. Ternyata, prestasi Atsal pun melejit, ia menjuarai Dauroh Hifzhu Wahyain di Islamic Center Wadi Mubarak Bogor, pada tahun 2019 silam. Atsal berhasil menyelesaikan seluruh hadits Kesepakatan Shahih Al-Bukhari dan Muslim yang terdiri dari 4 jilid kitab. Atas keberhasilannya, ia mendapat hadiah umroh.
Tak berhenti sampai di situ, pada akhir 2019 sampai Januari 2020, Atsal mengikuti daurah kembali di Arab Saudi dan menyelesaikan seluruh kitab Al-Jam’u Baina Ash-Shahihain yang terdiri dari 6 jilid. ia kembali mendapat nilai tertinggi dalam menghafal hadits dari seluruh peserta dari berbagai negara.
Sebagai santri yang berprestasi, Atsal yang kini menempuh pendidikan di Ma’had ‘Ali Salman Al-Farisi, mengungkapkan tips cara menghafal hadits. Menurutnya, menghafal hadits tak jauh berbeda seperti menghafal Al-Qur’an.
“Pertama dengan cara memahaminya terlebih dahulu, sebagaimana diajarkan para pembina kita di pesantren. Jadi hadits yang ingin dihafal benar-benar digali dan difahami. Kalau kita sudah paham kita mudah menghafalnya. Kalau sanadnya, kita harus mengetahui muthabaqat atau ilmu yang berkaitan dengannya. Kemudian mengulang-ulang, membacanya berkali-kali. kalau sudah diulang-ulang, baru coba dihafalkan sambal buka tutup. Intinya mengulangi dan memperbanyak bacaan,” jelasnya.
Seperti Al-Qur’an, hafalan hadits juga harus dimuraja’ah setiap waktu. Agar hafalan tersebut melekat di dalam ingatan.
“Untuk muraja’ah hadits bisa diatur juga. Misalnya, kalau mau menghafal 100 hadits, dalam satu hari fokus ke sepuluh hadits. Dihafal dan dimuraja’ah sedikit demi sedikit, sama seperti Al-Qur’an, dari mulai setengah juz, lalu bisa naik satu juz, sampai nanti bisa lima juz dalam sekali majelis,” imbuhnya.
Menurut Atsal, kunci utama dalam belajar dan menghafal adalah niat yang lurus. Dengan niat itulah, Allah akan menyampaikan pada tujuan.
“Luruskan niat kepada Allah. Insya Allah kalau niatnya lurus akan ada jalan dan dimudahkan,” tandasnya.
Semoga apa yang dilakukan Atsal, bisa menjadi motivasi para santri yang lain untuk belajar lebih baik serta ikut menorehkan lebih banyak prestasi lainnya.